/
MENIMBANG RELASI ZAKAT DAN PAJAK DI INDONESIA: INTEGRASI ZAKAT DALAM  PEMBANGUNAN NASIONAL MENIMBANG RELASI ZAKAT DAN PAJAK DI INDONESIA: INTEGRASI ZAKAT DALAM  PEMBANGUNAN NASIONAL

MENIMBANG RELASI ZAKAT DAN PAJAK DI INDONESIA: INTEGRASI ZAKAT DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL - PowerPoint Presentation

stefany-barnette
stefany-barnette . @stefany-barnette
Follow
349 views
Uploaded On 2019-06-22

MENIMBANG RELASI ZAKAT DAN PAJAK DI INDONESIA: INTEGRASI ZAKAT DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL - PPT Presentation

Yusuf Wibisono Makalah disampaikan pada Zakat Public Discussion Indonesia Magnificence of Zakat IMZ Mengurai Relasi antara Zakat dan Pajak Menyikapi Dikeluarkannya PP No60 Tahun 2010 ID: 759830

Share:

Link:

Embed:

Download Presentation from below link

Download Presentation The PPT/PDF document "MENIMBANG RELASI ZAKAT DAN PAJAK DI INDO..." is the property of its rightful owner. Permission is granted to download and print the materials on this web site for personal, non-commercial use only, and to display it on your personal computer provided you do not modify the materials and that you retain all copyright notices contained in the materials. By downloading content from our website, you accept the terms of this agreement.


Presentation Transcript

Slide1

MENIMBANG RELASI ZAKAT DAN PAJAK DI INDONESIA: INTEGRASI ZAKAT DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL

Yusuf Wibisono

Makalah disampaikan pada

Zakat Public Discussion -

Indonesia Magnificence of Zakat (IMZ), “

Mengurai Relasi antara Zakat dan Pajak: Menyikapi Dikeluarkannya PP No.60 Tahun 2010”

, Jakarta, 16 November 2010

Slide2

Relasi Zakat dan Pajak di Indonesia: Pengalaman Awal (1/3)

UU No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat memperkenalkan insentif fiskal bagi pembayar zakat dengan menjadikan zakat sebagai pengurang laba/pendapatan sisa kena pajak (Pasal 14).

Semangat ketentuan ini

adalah agar wajib pajak tidak terkena beban ganda, yaitu kewajiban membayar zakat dan pajak.

Kesadaran membayar zakat diharapkan juga dapat memacu kesadaran membayar pajak.

Namun terlihat jelas masuknya insentif pajak dalam UU Zakat ini tidak melibatkan Otoritas Pajak.

K

etika Departemen Keuangan setahun kemudian mengajukan

draft

RUU Pajak Penghasilan,

sama sekali

tidak ada ketentuan yang mendukung zakat sebagai

tax deduction

.

Slide3

Relasi Zakat dan Pajak di Indonesia: Pengalaman Awal (2/3)

Ketentuan Zakat sebagai

tax deduction

baru diakomodasi setelah pembahasan di DPR.

Dalam UU No. 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, relasi zakat-pajak adalah:

Zakat yang diterima BAZ/LAZ dan mustahik, tidak termasuk sebagai objek pajak (Pasal 4 ayat 3 huruf a)

Zakat penghasilan yang dibayarkan WP orang pribadi pemeluk agama Islam dan atau WP badan dalam negeri yang dimiliki pemeluk agama Islam ke BAZ/LAZ, menjadi faktor pengurang dalam menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak (Pasal 9 ayat 1 huruf g).

Namun aturan pelaksana ketentuan ini baru lahir 3 tahun kemudian.

Slide4

Relasi Zakat dan Pajak di Indonesia: Pengalaman Awal (3/3)

Dalam Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-163/PJ/2003 tentang Perlakuan Zakat atas Penghasilan dalam Penghitungan PKP Pajak Penghasilan, dijelaskan bahwa:

Penghasilan yang dimaksud adalah penghasilan yang merupakan objek pajak yang dikenakan PPh yang tidak bersifat final.

Besarnya zakat yang dapat dikurangkan dari PKP adalah 2,5% dari jumlah penghasilan.

Dalam prakteknya, meminta zakat sebagai

tax deduction

ini juga tidak mudah jika muzakki gagal mendapatkan Bukti Setor Zakat dari BAZNAS sebagaimana diminta aparat pajak.

Slide5

Pengalaman Khusus: Kasus Aceh …

Melalui UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, zakat mendapat perlakuan dan kedudukan berbeda di

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

, yaitu:

Zakat merupakan salah satu sumber PAD pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota (Pasal 180) dan dikelola secara terpisah oleh Baitul Mal Aceh dan Baitul Mal Kabupaten/Kota (Pasal 191).

Z

akat yang dibayar menjadi

faktor

pengurang terhadap jumlah pajak penghasilan terhutang

dari wajib pajak (Pasal 192)

.

Dengan kata lain, zakat telah menjadi

tax credit

di Aceh. Namun ketentuan ini nampak belum diakomodasi di t

ataran pelaksanaan

sehingga belum dapat di

implementasikan.

Slide6

Relasi Zakat dan Pajak: Pengalaman Terkini … (1/3)

Lemahnya koordinasi antara otoritas zakat dan otoritas pajak kembali terulang ketika Departemen Keuangan dan DPR mengukuhkan ketentuan lama tekait zakat pada UU No. 17/2000 ke dalam UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.

(i)

zakat yang diterima BAZ/LAZ dan mustahik, dikecualikan dari objek pajak (pasal 4 ayat 3)

;

dan

(ii)

zakat yang diterima BAZ/LAZ menjadi faktor pengurang untuk menentukan besarnya PKP bagi WP dalam negeri dan bentuk usaha tetap (pasal 9 ayat 1)

.

Departemen Agama yang sejak 2008 telah memiliki konsep zakat sebagai

tax credit

dalam draft amandemen UU No. 38 Tahun 1999, terlihat sama sekali tidak dilibatkan.

Slide7

Relasi Zakat dan Pajak: Pengalaman Terkini … (2/3)

Yang terjadi adalah Departemen Agama kembali “potong jalur” dengan memasukkan ketentuan zakat sebagai

tax credit

dalam RUU Zakat yang gagal diselesaikan oleh DPR periode 2004-2009 dan kini kembali dibahas DPR periode 2009-2014.

Seolah menafikan wacana zakat sebagai

tax credit

yang kini sedang menghangat perdebatannya dalam pembahasan RUU Zakat di DPR, Departemen Keuangan mendorong pemerintah (Presiden) mengeluarkan PP No. 60 Tahun 2010 tentang Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto, yang menegaskan bahwa zakat hanya sebagai

tax deduction

dan fasilitas ini hanya berlaku bagi zakat yang disalurkan melalui BAZ/LAZ resmi yang disahkan pemerintah.

Slide8

Relasi Zakat dan Pajak: Pengalaman Terkini … (2/3)

Yang terjadi adalah Departemen Agama kembali “potong jalur” dengan memasukkan ketentuan zakat sebagai

tax credit

dalam RUU Zakat yang gagal diselesaikan oleh DPR periode 2004-2009 dan kini kembali dibahas DPR periode 2009-2014.

Seolah menafikan wacana zakat sebagai

tax credit

yang kini sedang menghangat perdebatannya dalam pembahasan RUU Zakat di DPR, Departemen Keuangan mendorong pemerintah (Presiden) mengeluarkan PP No. 60 Tahun 2010 tentang Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto, yang menegaskan bahwa zakat hanya sebagai

tax deduction

dan fasilitas ini hanya berlaku bagi zakat yang disalurkan melalui BAZ/LAZ resmi yang disahkan pemerintah.

Slide9

Relasi Zakat dan Pajak: Pengalaman Terkini … (3/3)

Dari

berbagai

draft, RUU

Zakat

yang

masuk

Prolegnas

2010-2014

dan

RUU

Prioritas

2010,

semua

mendukung

wacana

zakat

sebagai

tax credit

.

Draft RUU

versi

Parlemen

antara

lain

:

(

i

)

Mendorong

pemisahan

fungsi

regulator

dan

operator; (ii)

pembayaran

zakat

oleh

muzakki

mengurangi

pajak

penghasilan

.

Wacana

yang

didorong

Kementrian

Agama yang

tidak

berubah

dari

draft

tiga

tahun

yang

lalu

,

adalah

: (

i

)

pengelolaan

zakat

sepenuhnya

dikelola

pemerintah

; (ii)

zakat

yang

dibayarkan

ke

BAZ

menjadi

pengurang

kewajiban

pajak

muzakki

;

dan

(iii)

sanksi

denda

bagi

muzakki

yang

tidak

menunaikan

kewajibannya

.

BAZNAS

mendukung

pembayaran

zakat

oleh

muzakki

menjadi

kredit

pajak

.

Begitupun

FOZ

mendukung

pembayaran

zakat

oleh

muzakki

mengurangi

pajak

penghasilan

.

Slide10

Beberapa Pelajaran …

Lemahnya koordinasi antara otoritas pajak dan otoritas zakat, dari tingkat tertinggi hingga tingkat terendah.

Harmonisasi regulasi pajak-zakat yang kurang berjalan baik

Relasi pajak-zakat semestinya diselesaikan di satu pintu, yaitu di rezim regulasi perpajakan.

Kegagalan eksperimen zakat sebagai

tax credit

di Aceh dan keluarnya PP No. 60 Tahun 2010 di tengah proses pembahasan RUU Zakat, secara jelas memperlihatkan resistensi otoritas pajak terhadap wacana zakat sebagai

tax credit

.

Kelemahan kerangka regulasi dan institusional zakat nasional, turut memperburuk relasi zakat-pajak ini

Ketidakjelasan otoritas zakat, BAZ/LAZ yang diakui otoritas pajak, dan lain-lain.

Slide11

Evaluasi Zakat Sebagai Tax Deductions (1/2)

UU No. 38 Tahun 1999 menetapkan basis zakat secara luas, meliputi zakat fitrah dan zakat mal.

UU No. 38 Tahun 1999 menetapkan bahwa harta yang dikenai zakat adalah: (a) emas, perak dan uang; (b) perdagangan dan perusahaan; (c) hasil pertanian, perkebunan dan perikanan; (d) hasil pertambangan; (e) hasil peternakan; (f) hasil pendapatan dan jasa; dan (g) rikaz.

Namun dalam UU No. 17 Tahun 2000 dan UU No. 36 Tahun 2008, zakat sebagai

tax deduction

hanya berlaku pada zakat atas penghasilan

.

Namun hal ini memang sebagian telah terkompensasi dengan berlakunya fasilitas ini tidak hanya bagi WP Pribadi namun juga WP Badan.

Slide12

Evaluasi Zakat Sebagai Tax Deductions (2/2)

BAZ/LAZ yang diakui oleh aparat pajak di tingkat teknis-operasional umumnya adalah BAZNAS, padahal UU telah menetapkan semua BAZ/LAZ yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah harus diakui oleh otoritas pajak

.

Zakat sebagai

tax deduction

tidak berdampak signifikan dalam menurunkan pajak terutang WP, namun persyaratan administratif untuk mendapatkan fasilitas ini cukup rumit.

Terdapat dugaan bahwa WP cenderung tidak meng-

exercise

fasilitas ini karena tidak seimbang antara

benefit

dan

cost

. Butuh penelitian untuk mengevaluasi efektivitas pelaksanaan zakat sebagai

tax deduction

ini.

Slide13

Evaluasi Wacana Zakat Sebagai Tax Credit (1/2)

Zakat sebagai

tax credit

diperkirakan akan menjadi insentif yang memadai bagi muzakki untuk menunaikan kewajiban-nya. Fasilitas ini juga dianggap akan memberi dampak positif terhadap kepatuhan membayar pajak.

Namun proposal ini

tidak dipersiapkan dengan baik.

U

ntuk mewujudkan

zakat sebagai

tax credit

dibutuhkan koordinasi dan dukungan yang

kuat

dari otoritas pajak.

D

alam

semua

draft

RUU Zakat yang ada

, tidak ada satupun pasal yang berbicara tentang otoritas pajak terkait zakat menjadi pengurang pajak.

W

acana zakat sebagai

tax credit

mensyaratkan

adanya

hubungan kerja dan

koordinasi

yang

kuat

antara otoritas pajak dan otoritas zakat

, dari tingkat tertinggi hingga terbawah

.

Slide14

Evaluasi Wacana Zakat Sebagai Tax Credit (2/2)

Zakat sebagai

tax

credit

akan berdampak signifikan pada penerimaan perpajakan

.

Diterimanya

wacana zakat sebagai

tax credit

, dan di saat yang sama juga dilakukan

equal treatment

terhadap sumbangan keagamaan wajib lain-nya, akan menurunkan penerimaan perpajakan dalam negeri, yaitu penerimaan PPh Nonmigas, sebesar:

Jumlah penerimaan zakat nasional

Jumlah penerimaan sumbangan keagamaan wajib nasional lainnya.

Implementasi zakat sebagai

tax credit

akan menimbulkan restitusi pajak yang proses administrasinya rumit dan potensial untuk disalahgunakan.

Slide15

PPh telah menjadi tulang punggung penerimaan negara …

Slide16

Penerimaan PPh Nonmigas didominasi oleh PPh Badan …Penerimaan PPh Nonmigas, 2008-2010

Slide17

Kontribusi Industri Pengolahan dan Keuangan tertinggi dalam PPh NonmigasPPh Nonmigas Sektoral, 2008-2010 …

Slide18

Potensi PPh WP Pribadi dan Badan tertinggi dalam potensi PPh Nonmigas … Potensi PPh Nonmigas, 2009-2014 …

Slide19

Jumlah orang kaya di Indonesia adalah sangat sedikit dibandingkan total penduduk …DPK Perbankan Berdasarkan Nominal Simpanan … (1/2)

Slide20

… Namun menguasai sebagian besar pendapatan nasionalDPK Perbankan Berdasarkan Nominal Simpanan … (2/2)

Slide21

Arah Ke Depan … (1/2)

Menata ulang hubungan koordinasi otoritas pajak-zakat nasional untuk memperbaiki secara mendasar pelaksanaan zakat sebagai

tax deduction

.

Perbaikan tata kelola yang baik (

good governance

) dunia zakat nasional dengan membentuk otoritas zakat yang kuat dan kredibel.

Konsolidasi OPZ (organisasi pengelola zakat) untuk mendorong transparansi dan kredibilitas dunia zakat nasional.

Insentif untuk meningkatkan kinerja zakat nasional tidak harus selalu berupa insentif kepada muzakki, terlebih ketika insentif berupa zakat sebagai

tax credit

memiliki potensi instabilitas keuangan negara dan distribusi pendapatan.

Slide22

Arah Ke Depan … (2/2)

Wacana

alternatif

yang lebih menarik dan progresif untuk meningkatkan kinerja dunia zakat nasional adalah

integrasi zakat dalam pembangunan dengan

mendorong kemitraan

strategis p

emerintah dan OPZ untuk akselerasi pengentasan kemiskinan.

UU Zakat harus mengamanatkan bahwa pemerintah akan secara aktif mengikutsertakan OPZ dalam program penanggulangan kemiskinan.

Kemitraan pemerintah-OPZ dalam program penanggulangan kemiskinan dapat berupa pemberian hibah (

block-grant

) ataupun kontrak penyediaan jasa sosial (

specific-grant

), dengan pemerintah menerapkan kriteria dan persyaratan (

eligibility criteria

) bagi OPZ penerima dana program penanggulangan kemiskinan, seperti transparansi finansial, efektivitas pendayagunaan dana dan kesesuaian dengan prioritas nasional/daerah.